Senin, 31 Agustus 2009

TUGAS MPK

| |

1.Jenis Jenis Prosesor
INTEL VS AMD
Dari beberapa produsen prosesor, hanya ada 2 nama yang menguasai pasar, Intel dan AMD (Advance Micro Device). Bagi sebagian besar orang awam, malah hanya tahu satu nama, yaitu Intel. Bahkan ada yg hanya mengenal salah satu merk dagang dari Intel, yakni Pentium. Memang Pentium adalah nama prosesor Intel yg paling melegenda.
Bagi orang yg agak “mengerti” tetek bengek komputer, mungkin sudah kenal nama AMD. Tapi nama ini dipersepsikan sebagai prosesor yang murahan, panas, jelek dan imitasi dari prosesor Intel. Persepsi ini tdk bisa dipersalahkan 100%. Awalnya AMD memang hanya membuat prosesor dgn “menjiplak” teknologi Intel dan atas “restu” pihak Intel, tentu saja.
Namun, karena satu dan lain hal, terjadi persengketaan yg cukup sengit antara Intel dan AMD dan pengadilan mengharuskan AMD mengembangkan sendiri teknologi pembuatan prosesornya. Dari sejak itu, para engineer AMD terpaksa bekerja keras siang dan malam. Kucuran keringat mereka itu tidak sia². Setelah beberapa tahun “tirakat” di dalam laboratorium, mereka berhasil membuat prosesor yang bisa mengimbangi, bahkan dlm suatu periode waktu tertentu, mengungguli “guru”nya, dlm hal ini Intel, tentu saja. Namun harus diakui bahwa dalam bidang pemasaran AMD masih tertinggal jauh dari Intel, tetapi tidak dalam bidang teknologinya.
Jadi persepsi bahwa AMD itu murahan, jelek, panas, imitasi dan yg negatif² lainnya, saat ini sudah tidak berlaku lagi. Kita punya pilihan yang sama² mumpuni untuk prosesor, Intel atau AMD.
Adu Balap Kecepatan Prosesor
Dulu kinerja prosesor dilihat dari kecepatannya, yang diukur dengan satuan MHz (Mega Hertz) atau GHz (Giga Hertz). Produsen prosesor terus berlomba menciptakan prosesor dgn kecepatan tertinggi. Sejak jamannya Pentium 4 kecepatan prosesor sudah lebih dari 1.000 MHz sehingga mulai populer lah satuan GHz (1 GHz = 1.000 MHz) dalam mengukur kecepatan prosesor.
Perlombaan ini seakan tak ada batasnya, 2 GHz terlampaui, 3 GHz terlampaui. Sampailah pada suatu titik dimana mulai terjadi keterbatasan (limitasi) dlm meningkatkan kecepatan prosesor. Limitasi yg paling sulit diatasi adalah temperatur. Semakin cepat prosesor, semakin tinggi panas yang dihasilkan, semakin diperlukan sistem pendinginan yg lbh canggih. Limitasi lain adalah konsumsi daya, semakin cepat prosesor, semakin banyak pula energi yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Efisiensi lalu menukik tajam. Pada titik ini, para perancang prosesor mulai menciptakan ajang adu balap yang baru, dlm hal ini adu kinerja dan efisiensi prosesor.
Adu Balap Kinerja Prosesor
Pihak pertama yg menyadari bahwa adu cepat, pada suatu titik, akan menjadi sebuah ke-sia²an adalah AMD. Mereka sadar akan sulit bersaing dengan Intel kalau mereka berpacu di lintasan balap yg sama. Mereka mengembangkan prosesor tdk lagi berbasis kecepatan tapi berbasis kinerja. Yang jadi ukuran bukan lagi tingkat kecepatan (speed rating) melainkan tingkat kinerja (perfromance rating). Dengan cerdik AMD menamai prosesornya tidak dengan kecepatan (berapa GHz) tapi dengan angka perfromance ratingnya. Dan tolok ukurnya juga mereka sendiri yg menentukan. Jadi orang akan sulit memperbandingkan apple to apple antara prosesor AMD dan Intel pada saat itu.
Contohnya, AMD mengeluarkan prosesor dgn kecepatan “hanya” 1.8 GHz, mereka memberi nama Athlon64 3000+. Angka 3000 secara tersamar mengacu ke angka 3 GHz. Mereka seakan hendak mengatakan bahwa Athlon64 3000+ (sekalipun kecepatannya hanya 1.8 GHz) memiliki kinerja mengimbangi prosesor (Intel) yg berkecepatan 3 GHz. Dan pada kenyataannya memang, lebih kurang, demikian.
Dengan kecepatan yg relatif rendah itu, maka panas yg dihasilkan tdk terlampau tinggi dan lbh hemat daya. Biaya produksinya pun bisa ditekan lbh rendah. Toh pada akhirnya para pengguna komputer tdk peduli berapa GHz kecepatan prosesornya, yang penting seberapa banyak output kinerjanya. Sesuai tidak dgn uang yg sdh mereka bayarkan.
Akhirnya , mau tak mau, Intel juga menganut filosofi yg sama. Mereka menamai prosesor dgn kode² huruf dan angka yg tidak mengacu lagi kepada kecepatan. Pentium D 631 adalah salah satu contohnya.
Prosesor Berinti Banyak
Ketika penggunaan komputer semakin meluas dan beragam, dituntut pula prosesor yang bisa mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Sudah jamak sekarang ini orang mengetik laporan di komputer sekaligus mendengarkan musik dan pada saat yang sama dia sedang merubah (convert) file musiknya dari format CD ke format mp3 unt dipindah ke mp3 playernya. Istilahnya kerennya multi-tasking, mengerjakan beberapa hal sekaligus di satu komputer yg sama.
Pada komputer yg inti (core) prosesornya hanya satu (single core), hal ini memang masih bisa dikerjakan. Namum krn “otak”nya (core adalah otak dari prosesor) cuma 1 terpaksa bbrp tugas itu dikerjakan secara bergantian dan bergiliran. Untuk tugas² yg “ringan” seperti mendengarkan musik sambil mengetik surat, misalnya, prosesor single core masih mampu menanganinya tanpa si pengguna merasa “terganggu”. Tapi kalau tugas² itu cukup “berat” seperti converting file, main game 3D dsb, kadang terjadi lag atau program terhenti sejenak. Kalau mendengarkan musik, maka alunan suara akan terdengar putus². Itu tandanya prosesor sdh kewalahan menangani tugas yg ber-tumpuk².
Produsen prosesor merespons tuntutan para penggunanya dengan menciptakan prosesor yg memiliki lebih dari 1 core (multi core). Angka yg terdekat setelah 1 tentu saja 2. Maka lahirlah prosesor berinti 2 (dual core). Intel mulai dgn Pentium D (PD) dan AMD mulai dgn Athlon64 X2 (A64 X2).
Meskipun sama² memiliki 2 cores, secara prinsip keduanya berbeda arsitektur. PD menempatkan kedua coresnya dlm 2 chip yg berbeda sedangkan A64 X2 kedua cores berada dlm 1 chip.
Biar gampang kita umpamakan saja prosesor itu sebuah rumah. Lalu chip adalah kamar dan core adalah orang. Pada PD, dua orang itu menempati 2 kamar yg berbeda dlm 1 rumah itu. Otomatis krn kamarnya berbeda, untuk bisa saling komunikasi mereka harus memakai interkom atau telepon, misalnya. Sedang A64 X2 menempatkan kedua orang itu dlm 1 kamar sehingga komunikasi diantara keduanya jauh lbh mudah. Jadi PD memiliki 2 chip dlm 1 prosesor, sedang A64 X2 hanya punya 1 chip.
Istilah dual core jadi rancu ketika Intel mempromosikan PD sbg dual core, padahal pengertian sesungguhnya dari dual core adakah struktur yg dipakai di A64 X2. Sejatinya struktur PD lbh tepat disebut double core. Tapi okey lah, bagi kita orang awam tdk penting betul dual core atau double core.
Kemudian Intel meluncurkan prosesor yg real dual core dgn nama dagang Core® 2 Duo (C2D). Mereka ingin nama dagang Core bisa menggantikan Pentium, tapi rupanya konsumen masih menempatkan nama Pentium dalam top-of-mind mereka. Sulit unt melupakan Pentium. Akhirnya Intel meluncurkan juga Pentium Dual Core dgn serie E21xx. Nah, tambah membingungkan lagi kan, ada Pentium D yg diklaim dual core, ada C2D yg memang betul² dual core, lalu ada pula Pentium Dual Core E21xx. Yah, bahasa marketing memang kadang suka membuat bingung. Apalagi kalau marketingnya kelewat canggih kayak Intel.
Tapi secara hirarkis berdasar kinerjanya (pada speed yg sama), untuk prosesor Intel berinti 2 (biar tdk bingung antara double core dan dual core) adalah sebagai berikut· C2D serie E8xxx· C2D serie E6xxx· C2D serie E4xxx· Pentium Dual Core E21xx· Pentium D
Sekarang sudah ada prosesor dengan 4 cores. Intel punya Core 2 Quadro (C2Q) sedang AMD punya Phenom X4. Memang persaingan di antara keduanya tdk pernah habis (dan semoga jangan sampai habis) karena dgn adanya persaingan maka teknologi akan semakin cepat berkembang. Konsekuensinya harus lbh sering ganti komputer, atau minimal upgrade, krn para pembuat perangkat lunak pun akan berlomba menggunakan teknologi perangkat keras yg telah tersedia di pasar. Siapkan dompet yg lebih tebal, terutama unt Anda yg selalu haus mencicipi teknologi terbaru
AMD Triple-Core
Amerika Serikat, 17 September 2007. Tiga core prosesor, mengapa tidak? Sepertinya itulah yang ada di benak para ahli di AMD. Kemarin baru saja AMD memberikan berita resmi bahwa awal tahun 2008 mereka akan meluncurkan prosesor baru dengan triple-core. Prosesor baru ini dimasukkan ke keluarga

Prosesor Quad-Core Opteron
AMD memperkenalkan 4 prosesor Quad-Core AMD Opteron SE yang diklaim bakal membantu para manager TI dalam mengembangkan kemampuan datacenter mereka dalam rangka memenuhi kebutuhan komputasi di lingkungan perusahaan.
Dibandingkan investasi untuk proprietary hardware yang sangat mahal, prosesor produk ini dijanjikan bakal mempermudah perusahaan mengembangkan datacenter mereka dengan lebih mudah dan terjangkau ke server yang menawarkan fungsionalitas kelas enterprise pada harga standar.
Penambahan inti menjadi 4 socket dan 8 socket pada server x86 ini memungkinkan pengguna mendapatkan keuntungan terbaik dalam performa dan efisiensi, yang sangat penting untuk menangani aplikasi-aplikasi database dan virtualisasi.
Sistem Prosesor Quad-Core AMD Opteron SE akan tersedia dari perusahaan OEM Global dan penyedia solusi, termasuk Hewlett-Packard, Sun Microsystems, Dell dan IBM.
Prosesor Quad Core AMD Opteron dengan model 2360 SE (2,5 GHz), 2358 SE (2,4 GHz), 8360 SE (2,5 GHz) dan 8358 SE (2,4 GHz) telah tersedia dan telah mencatatkan rekor benchmark untuk performa di industri.


2.HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SEBELUM MEMBELI MOTHERBOARD
Langkah pertama yang harus Anda pertimbangkan saat membeli komputer adalah memilih motherboard yang pas. Memilih motherboard bisa gampang-gampang susah karena begitu banyak merek dan jenisnya. Ada dua jenis motherboard berdasarkan pabrikannya, yaitu Intel dan AMD. Kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam hal pemilihan motherboard yang ‘cocok’ terlepas dari buatan pabrikan apapun itu, ada beberapa hal yang harus Anda ketahui. Apakah motherboard itu sudah mendukung harddisk SATA dan tersedia berapa slot? Berapa slot RAM DDR2 (memori) yang dimilikinya? Apakah menyediakan slot ekspansi untuk kartu grafis? Berapa slot PCI-nya? Hingga sejauh mana motherboard itu mendukung kalau kita meng-upgrade prosesornya?
Jangan membeli prosesor kelas Celeron yang harganya jauh lebih murah, kecuali Anda sangat sensitif terhadap selisih harga. Lebih baik Anda membeli prosesor generasi lebih baru seperti Pentium 4 Hyper-Threading (HT), Pentium D, Dual Core atau Core 2 Duo. Anda bisa saja membeli prosesor Intel kelas Celeron (Misal Celeron 2,66 GHz, harga sekitar Rp 325.000) namun kinerja komputer akan menurun drastis apabila menjalankan banyak aplikasi sekaligus (multi-tasking) dibandingkan kita menggunakan Pentium E2140 1.6GHz (Dual Core) seharga sekitar Rp 700.000 atau Pentium 4 631 berkecepatan 3.0 GHz HT seharga sekitar Rp 650.000. Khusus untuk jajaran prosesor berlabel Pentium E2xxx dibangun dari mikroarsitektur Core (seperti halnya prosesor Core 2 Duo), namun dengan beberapa pengurangan spesifikasi. Contohnya FSB cuma 800MHz, L2 cache cuma 1MB, serta tidak mendukung VT (virtualisasi). Namun kehebatan prosesor seri ini adalah kemampuan overclock-nya yang sangat tinggi.
Beli harddisk berjenis SATA II. Alasannya, harddisk jenis ini kecepatan baca tulisnya sudah lebih cepat (teoritisnya 300MB/detik) dan harganya malah lebih murah dibandingkan harddisk berjenis PATA (harddisk model lama).
Jangan membeli harddisk ukuran 80 GB. Sudah lebih bijak kalau kita membeli harddisk ukuran 160 GB saja karena selisih harganya tipis, sekitar Rp 50.000 - Rp 80.000.
Beli memori yang sudah DDR2. Oleh sebab itu, pastikan motherboard yang kita beli sudah mendukung memori jenis ini. Selain kemampuannya sudah lebih baik, memori versi lama seperti SDRAM dan DDR harganya malah lebih mahal. Lihat saja harga memori DDR2 PC-4200 ukuran 1GB merek Kingston harganya sekitar Rp 340.000 sedangkan harga memori versi sebelumnya DDR 400 PC-3200 1 GB merek Kingston, harganya dua kali lipat, Rp 600.000.
Beli memori DDR2 minimal berukuran 512 MB. Walaupun komputer yang kita beli ditujukan hanya untuk pekerjaan mengetik atau mendengar lagu, namun sistem operasi sekarang ini membutuhkan memori yang besar. Agar bisa menggunakan Windows XP dengan cukup nyaman, mempunyai memori 512 MB sudah menjadi keharusan. Pilihan paling bijaksana, Anda membeli memori DDR2 ukuran 1 GB (667 PC-5300) yang harganya sekitar Rp 250.000. Soalnya, buat apa membeli memori lebih kecil seperti 256 MB (Rp 130.000) atau 512 MB (Rp 150.000) kalau harganya hanya terpaut tipis dengan memori 1 GB. Sudah bisa dipastikan, memori DDR2 1 GB akan mendongkrak kinerja komputer menjadi lebih cepat dan mampu menjalankan berbagai aplikasi secara bersamaan.
Jangan beli CD-ROM biasa atau CD-RW. Pilihan paling bijaksana, kita membeli DVD Combo (DVD-ROM plus CD-RW), artinya kita bisa memutar dan membakar data ke CD sekaligus memutar DVD. Alasan pertama, karena harga DVD Combo sudah sangat murah. Alasan kedua, sekarang sudah era menggunakan DVD. Harga CD-ROM biasa sekarang ini berkisar antara Rp 120.000 – Rp 150.000. Bila dibandingkan dengan harga CD-ROM itu, harga DVD Combo cuma lebih mahal Rp 100.000 – Rp 150.000. Kalau Anda punya dana tambahan, bisa membeli DVD-RW (bisa membakar data ke CD dan DVD) dengan harga sekitar Rp 350.000.
Pastikan motherboard memilik slot PCI yang cukup. Sebisa mungkin motherboard memiliki 1x PCI Express x16, 2x PCI Express x1, dan 1x PCI. Bagi Anda yang ingin menikmati bermain game lebih dahsyat, kehadiran slot PCI Express x16 sudah menjadi keharusan. Di dalam slot inilah kita menambahkan kartu grafis tambahan agar bisa memainkan game 3D favorit atau membuat komputer kita layak diinstal Windows Vista. Bagi Anda yang mempunyai budget terbatas, kartu grafis onboard (onboard VGA) – sudah ditanam di motherboard – sudah cukup untuk memainkan game-game ringan (bukan 3D). Namun bagi Anda yang punya dana tambahan, tidak ada salahnya menambah kartu grafis kelas menengah seperti seri 7 (depannya angka 7). Misalnya GeForce 7200GS (merek apa saja) dengan harga sekitar Rp 400.000 – Rp 500.000. Kalau mau lebih bagus lagi dan harganya tentu lebih mahal lagi, Anda bisa memilih mulai dari GeForce 7300 GT hingga 7600 GT. Kartu grafis kelas lebih tinggi lagi adalah seri 8 seperti Geforce 8600GT/S atau Geforce 8800GTS. Sedangkan slot PCI Express x1 berguna kalau kita ingin menambah modem, kartu suara, TV Tuner, dan sebagainya.
Beli casing PC dengan power listrik yang mendukung kebutuhan hardware PC dan mempunyai front USB dan Audio. Daripada capek-capek colok flashdisk atau earphone ke belakang PC, lebih baik beli casing yang sudah menyediakan front USB dan Audio. Sekarang hampir semua motherboard menyediakan fasilitas front USB dan Audio, jadi sangatlah bijaksana kalau kita membeli casing yang ada front USB dan Audio-nya.
Beli monitor dengan ukuran minimal 17″. Era monitor 15″ sudah berlalu. Daripada ‘malu-maluin’, mengaku punya PC dual core namun monitornya 15″, lebih baik bersikap bijaksana. Sebab harga monitor 17″ sudah bisa kita peroleh dengan harga terjangkau. Kalau yang bermerk ‘kurang terkenal’ kita cukup membayar sekitar Rp 660.000,-. Kalau Anda mau yang ‘punya merk’ seperti LG semiflat, Anda cukup keluar uang sekitar Rp 780.000. Bagi Anda yang punya dana lebih, bisa memilih monitor LCD yang hemat tempat dan hemat listrik, harganya mulai dari Rp 1,5 juta.

0 komentar:

Ir arriba

Posting Komentar

 
 

Diseñado por: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
Ir Arriba